Minyak Rebound di Tengah Prospek Amerika Bakal Isi Ulang Cadangan Strategis
Thursday, May 02, 2024       13:50 WIB

Ipotnews - Harga minyak menguat, Kamis, rebound dari penurunan tiga hari, di tengah ekspektasi level yang lebih rendah akan mendorong Amerika--konsumen minyak mentah terbesar di dunia--untuk mulai mengisi cadangan strategisnya, sehingga menopang harga.
Namun, harga minyak anjlok lebih dari 3% pada penutupan Rabu ke level terendah tujuh minggu, setelah Federal Reserve mempertahankan suku bunga tetap stabil, yang mungkin membatasi pertumbuhan ekonomi tahun ini dan menghambat peningkatan permintaan minyak. Harga minyak mentah juga tertekan oleh peningkatan tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS dan tanda-tanda akan terjadinya gencatan senjata Israel-Hamas yang bakal meredakan kekhawatiran pasokan di Timur Tengah.
Minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak pengiriman Juli, patokan internasional, naik 61 sen, atau 0,73%, menjadi USD84,05 per barel pada pukul 13.35 WIB, demikian laporan  Reuters  dan  Bloomberg,  di New Delhi, Kamis (2/5).
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juni, menguat 56 sen, atau 0,71%, menjadi USD79,56 per barel.
"Pasar minyak didukung oleh spekulasi bahwa jika WTI melorot di bawah USD79, Amerika akan bergerak untuk meningkatkan cadangan strategisnya," kata Hiroyuki Kikukawa, Presiden NS Trading.
Amerika mengatakan pihaknya bermaksud untuk mengisi kembali Strategic Petroleum Reserve (SPR) setelah penjualan bersejarah dari persediaan darurat pada 2022 dan ingin membeli kembali minyak dengan harga USD79 per barel atau kurang.
Di Timur Tengah, ekspektasi meningkat bahwa perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas akan segera terwujud, menyusul dorongan baru yang dipimpin oleh Mesir.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk terus melanjutkan serangan yang telah lama dijanjikannya terhadap kota Rafah di Gaza selatan, meski Amerika Serikat dan PBB memperingatkan serangan tersebut akan mengarah pada "tragedi".
"Karena dampak dari peningkatan stok minyak mentah Amerika dan sinyal the Fed untuk mempertahankan suku bunga tetrap tinggi dalam jangka waktu lebih lama hampir sepenuhnya diperhitungkan, perhatian akan beralih pada hasil perundingan di Gaza," kata Vandana Hari, pendiri Vanda Insights.
"Selama optimisme mengenai gencatan senjata masih bertahan, saya memperkirakan bias penurunan harga minyak mentah akan terus berlanjut," tambah Hari.
Badan Informasi Energi (EIA) Amerika mengatakan persediaan minyak mentah melonjak 7,3 juta barel menjadi 460,9 juta barel dalam pekan yang berakhir 26 April, dibandingkan ekspektasi analis dalam jajak pendapat  Reuters  yang memperkirakan penurunan 1,1 juta barel.
Stok minyak mentah berada pada titik tertinggi sejak Juni, kata EIA.
Federal Reserve mempertahankan suku bunga tetap stabil, Rabu, dan memberi isyarat mereka masih cenderung pada pemangkasan biaya pinjaman, namun memberi tanda bahaya pada pembacaan inflasi yang relatif mengecewakan baru-baru ini.
Penundaan penurunan suku bunga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
Namun, pengurangan pasokan yang berkelanjutan oleh Organisasi Negara Eksportir Minyak ( OPEC ) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC +, akan mendukung harga.
Analis Citi Research memperkirakan OPEC + akan mempertahankan pengurangan produksi hingga paruh kedua tahun ini saat bertemu pada 1 Juni.
Namun, "jika harga bergerak ke kisaran USD90-100+, OPEC + kemungkinan akan mengurangi pemotongan, memberikan batasan yang lunak untuk minyak." (ef)

Sumber : Admin

berita terbaru